Sabtu, 15 Mei 2010

fiqh

PUASA WAJIB

MAKALAH

Disusun dan Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah: Fiqih

Dosen Pengampu; Mahsun, M.Ag


Program Studi Muamalah Jurusan Syariah

Sekolah Tinggi Agama Islam An-Nawawi (STAIAN)

Purworejo

2009

PUASA WAJIB

  1. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang memiliki kerahmatan kepada umatnya baik di dunia maupun diakherat, bahkan menurut agama ini orang yang selian pengikutnya pun mendapatkan rahmat dari tuhanya, hanya saja kerahmatan itu terbatas pada kehidupan di dunia saja. Dalam pencapaian kerahmatanNya di akherat, umat islam harus di tuntut untuk menjalankan apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT, dan menjahui segala laranganya. Dalam prakteknya islam memiliki kegiatan-kegiatan peribadatan yang telah diatur secara sistematis demi kesejahteran umatnya, baik itu dilakukan dalam praktek sehari-hari, maupun dalam seminggu sekali ,bahkan setahun sekali. Puasa adalah salah satu kegiatan ibadah yang harus dilakukan oleh setiap umat muslim dalam waktu setahun sekali,tepatnya dalam bulan suci Ramadhan.[1] Praktek peribadatan ini telah disyariatkan pada tahun ke-2 Hijriah, tepatnya pada hari senin tangal 2 Sya’ban yang mempunyai mafhum mukholafah bahwasanya syariat puasa diberlakukan setelah Nbi SAW Hijrah ke Madinah.[2]

Inti dari ibadah ini adalah untuk menjaga diri, menahan hawa nafsu terlebih ketika melihat kontek zaman sekarang ini yang mulai menampakkan kejahilianya kembali. Bnyak diantara kita yang secara dzohir melangar aturan-aturan agama meskipun merka sebenarnya mengetahui apa yang telah di syariatkan oleh agama, hal ini dikarnakan ketidakmampuan manusia untuk menahan hawa nafsunya. Oleh karena itu islam menyajikan ibadah yang mampu mengontrol nafsu dalam kehidupan manusia yang salah satunya adalah pusa. Bukan hanya mampu mengontrol hawa nafsu,namun disisi lain puasa juga menyimpan makna sosal, yaitu ketika umat muslim melaksanakan ibadah di bulan suci Ramadhan mereka dapat merasakan bagai mana lapar dan haus bersamama-sama.Dan juga dapat mersakan seperti apa yang dirasakan oleh sebagian kalangan orang miskin saat mereka kekurangan bahan makanan. Dan juga kebersamaan social itu tampak ketika umat muslim bersama-sama melakukan sholat terawih berjamaah dimalam hari saat bulan Ramadhan.

  1. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah melakukan tata cara puasa wajib?

2. Apakah peranan puasa dalam kehidupan umat manusia?

  1. Pengertian Puasa

Pengertian puasa menurut bahasa adalah menahan diri. Sedang dalam istilahnya adalah mrnahanya orang mukallaf dari syahwat batin dan farji dalam kurun waktu sejak terbitnya fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari yang disertai dengat niat.[3] Penjelasan dari fajar kedua adalah terbitnya fajar sidiq.mengutip perkatanya Prof. Dr H Ahmad Thib Raya M.A. dan Dr. Hj. Siti Musdah Mulia, M.A.APU dalam bukunya Menyalami seluk Beluk Ibadah Dalam Islam puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa pada waktu tertentu dimulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan syarat-syarat tertentu.Puasa dalam perkembanganya terbagi menjadi 2 yaitu puasa wajib dan puasa sunah.Puasa wajib yaitu puasa khusus di bulan Suci Ramadhan dan puasa nadzar.Sedang puasa sunah yaitu puasa yang di lakukan karena tidak adanya ‘illat yang mewajibkan untuk berpuasa.

Dalam keterangan kitab Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram disebutkan bahwa puasa sehari ssebelum ditepatkanya bulan Ramadhan adalah haram hukumnya, dikarenakan tidak diperbolehkanya menyempurnakan dua ibadah dengan kedudukan hukum yang berbeda (dalam konteks ini berarti wajib dan sunah). Hal ini terkecuali pada orang –orang yang mempunyai nadzar ataupun adat keseharianya untuk melakukan puasa, seperti puasa Ndawud, Senin-Kamis dan lain sebagainya. Dari keterangan ini menunjukan bahwa Ramadhan memang bulan yang dikhususkan dan merupakan bulan yang special untuk peribadatan kaum muslimin.

  1. Dasar Hukum

Puasa Ramadhan merupakan salah satu rukun dalam islam. Dalam hal Ini perlu adanya dalil-dalil dari al Qurandan as-Sunah yang menguatkan disyariatkanya ibadah ini, diantaranya yaitu:

$ygƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ $YB$­ƒr& ;NºyŠrß÷è¨B 4 `yJsù šc%x. Nä3ZÏB $³ÒƒÍ£D ÷rr& 4n?tã 9xÿy ×o£Ïèsù ô`ÏiB BQ$­ƒr& tyzé& 4 n?tãur šúïÏ%©!$# ¼çmtRqà)ÏÜム×ptƒôÏù ãP$yèsÛ &ûüÅ3ó¡ÏB ( `yJsù tí§qsÜs? #ZŽöyz uqßgsù ׎öyz ¼ã&©! 4 br&ur (#qãBqÝÁs? ׎öyz öNà6©9 ( bÎ) óOçFZä. tbqßJn=÷ès? ÇÊÑÍÈ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, (QS. Al-baqarah: 183.) (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.(QS. al-Baqarah: 184)

Sementara dalam haditsnya Nabi Muhammad menyebutkan:

بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وحج البيت وصوم رمضان رواه البخاري ومسلم

Artinya: Islam didirikan atas lima dasar yaitu bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang haq (patut disembah) selian allah dan bahwasanya nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat lima waktu, membayar zakat, menjalankan haji, dan puasa ramadhan. HR. Bukhori dan Muslim.[4]

Dalam hadits lain juga disebutkan bahwa:

رسول الله صلى الله عليه وسلم ذكر شهر رمصان فقال شهر كتب الله عليكم صيامه وسنت لكم قيامه فمن صامه وقامه ايانا واحتسابا خرج من ذنوبه كيوم ولدته امه.

Artinya: sesungguhnya Muhammad telah menyebut bulan Ramadhan, bahwa bulan itu merupakanbulan yang diwajibkan oleh Allah atas kamu untuk berpuasa dan bulan yang aku sunatkan kepadamu untuk melakukan shalat malam (tarawih). Barangsiapa yang berpuasa dan melakukan tarawih dengan penuh keimanan dan keikhlasan kepada Allah akan dibersikan dari dosanya seperti pada hari ketika dia dilahirkan oleh ibunya.[5]

Sementara Ijma’ menyatakan bahwa hukum puasa ramadhan adalah wajib dan terbukti dalam realitanya tidak ada seorangpun yang menentang ketetapan tersebut serta tidak ditemukan perselisihan diantara ulama’ ahli fiqh.[6]

  1. Syarat Wajib, Syarat Sah, Rukun dan Hal Yang Membatalkan Puasa

1. Syarat wajib puasa meliputi: [7]

a. Islam

b. Baligh

c. Berakal, orang gila tidak berpuasa

d. Kuat berpuasa

e. Mengetahui Wajibnya berpuasa

f. Mukim

2. Syarat sah puasa meliputi:[8]

a. Niat

b. Mumayyiz (dapat membedakan yang baik dan yang tidak tidak)

c. Suci dari darah haidh (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan)

d. Dalam waktu yang diperbolehkan puasa.

3. Rukun puasa meliputi:[9]

a. Niat pada malamnya, yaitu setiap setiap malam selama bulan ramadhan.

b. Menahan diri dari segala yang membatalkan sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.

c. Berpuasa pada waktunya.

4. Hal-hal yang membatalkan puasa:[10]

a. Keluar dari Islam (murtad).

b. Makan dan minum dengan sengaja

c. Muntah yang disengaja

d. Melakukan jimak disiang hari

e. Mengeluarkan mani di siang hari dengan disengaja

f. Haidh dan nifas

g. Melahirkan

h. Gila (majnun)

  1. Tata Cara Niat

Al-Mawardi menyatakan bahwasnya telah terbentuk sebuah konsensus bahwa peran niat merupakan salah satu segmen penting yang menentukan keabsahan ibadah puasa kaffarat dan nazdar. Namun ada perbedaan dalam puasa Ramadhan, yaitu pada permasalahan termasuk syarat sahnya atau tidak. Menurut mayoritas ulama’ niat pada puasa Ramadhan merupakan syarat sah, berbeda dengan imam Zufar bin al-Huzdail yang menyatakan bahwa niat bukan termasuk syarat sahnya puasa.[11]

Istilah niat dari segi etimologinya adalah kesengajaan atau tujuan. Sedangkan dalam istilahnya adalah menetapkan hati untuk melakukan sesuatu.[12] Dan berdasarkan hadits innama al-a’mal bi al-niyat, maka segala sesuatupun diwajibkan atasnya untuk melakukan niat.

Pada awalnya pelaksanaan niat dalam puasa wajib adlah dilakukan pada awal pelaksanaan yaitu tepat pada munculnya fajar shodiq, namun kelanjutannya syariat memberi kebijakan bahwa niat puasa bahwa niat puasa dapat dimajukan waktunya yaitu sebelum waktu subuh tiba. Atau dalam bahasa fiqh akrab dengan istilah tabyit (melaksanakan niat pada waktu malam dimulai sejak terbenamnya matahari pada hari sebelumnya sampai dengan batas masuknya waktu subuh).[13] Hal ini dikarenakan sulitnya mengetahui datangnya fajar shiddiq. Dasar tentang waktu niat dalam puasa adalah:

قال عليه الصلاة والسلام: من لم يبيت الصيام من الليل فلا صيام له

Artinya: Nabi saw., berkata barangsiapa tidak berniat puasa pada malam hari maka puasanya tidak sah.[14]

Berbeda halnya dengan niat dalam puasa sunah. Dalam puasa sunah diperbolehkan melaksanakan niat pada waktu setelah subuh dengan batasan sebelum zawal al-syams (waktu tergelincirnya matahari). Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oleh dewi Aisyah ra.:

قال لى رسول الله صلى الله عليه وسلم يا عائشة هل عندكم شيئ؟ قالت يا رسول الله ما عندنا شئ. قال فاني صائم

Artinya: Berkata dewi ‘Aisyah, Rasulullah saw.,bertanya kepadaku, hai Aisyah apakah kamu mempunyai makanan? Aisyah menjawab ya rasulullah kita tidak mempunyai makanan. Lalu beliau berkata, (kalau begitu) aku puasa. HR. Bukhori dan Muslim[15]

  1. Hikmah Puasa

Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan yang agung yang didalamnya tersimpan kerahmatan bagi setiap umat Islam khususnya dan non muslim umumnya. Diantara berbagai hikmah yang dapat kita ambil dari adanya proses ibadah puasa adalah:

Hikmah secara individual meliputi:

1. meningkatkan ketaatan kepada Allah swt., dan Rasulullah saw.

2. Meningkatkan kesabaran dan ketabahan

3. menyembuhkan penyakit hati

4. mengendalikan hawa nafsu

5. mendidik jiwa dan ruh

6. mensucikan hati

Sedangkan hikmah puasa dalam sudut pandang sosial adalah:

1. Melakukan pengawasan nurani dari segala bentuk tingkah laku

2. menghlangkan rasa kesenjangan sosial

3. menumbuhkan kasih dan sayang terhadap sesame

4. meminimalisir perbuatan-perbuatan maksiat secara dhohiriyah dan ijtima’iyah.

  1. Simpulan

Dari uraian yang telah dibahas diatas, mengandung kesimpulan bahwasanya untuk melakukan puasa wajib haruslah melaksanakan semua syarat dan rukunya dan disertai mengetahui kapan waktunya.

Dalam peranannya puasa wajib telah memberikan kontribusi kepada masyarakat, muslim khususnya dan semua masyarakat pada umumnya. Hal ini dapat dibuktikan pada saat bulan Ramadhan tiba. Tidak hanya dari kaum muslim saja yang dapat menikmati berkah bulan ini namun semua tatanan masyarakat dapat memperoleh berkahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Hadharami, Salim Ibnu samir, 2009Safinah al-Naja, Bandung: Sinar baru Algenso

Al-Jarhazi, Abdullah bin Sulaiman, 1997, al-Mawahib al-Saniyah, Beirut: Dar al-Fikr

Al-Nauri, Husain Sulaiman dan Alawiyi Abbas al-maliki, 2004 Ibanah al-Ahkam ‘ala Syarh Bulugh al-Maram, Bairut: dar al-Fikr

Kakilima Lirboyo, 2005, Formulasi Nalar Fiqh Telaah kaidah Fiqh Konseptual, Surabaya: Khalista

Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo, 2003, Esensi Pemikiran Mujtahid, Kediri: Purna Siswa Tiga Aliyah

Raya, Ahmad Thib dan Siti Musdah Mulia, 2003, Menyelami seluk beluk Ibadah Dalam Islam, Jakarta Timur: Prenada Media

Rusyd, Ibnu, 1996, Bidayah al-Mujtahid, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Alamiyah



[1] Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo, Esensi Pemikiran Mujtahid, (Kediri: Purna Siswa Tiga Aliyah, 2003) hal. 179

[2] Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia, Menyelami seluk beluk Ibadah Dalam Islam, (Jakarta Timur: Prenada Media, 2003) hal. 213

[3] Husain Sulaiman al-Nauri dan Alawiyi Abbas al-maliki, Ibanah al-Ahkam ‘ala Syarh Bulugh al-Maram, (Bairut: dar al-Fikr, 2004) juz 2 hal. 283

[4] Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo, op., cit., hal. 181

[5] Ahmad Thib Raya dan Siti Musdah Mulia, op., cit., hal. 213

[6] Ibnu Rusyd, BIdayah al-Mujtahid, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Alamiyah, 1996 ) juz 3 hal. 147

[7] Ibid hal. 216

[8] Ibid.

[9] Salim Ibnu samir al-Hadharami, Safinah al-Naja, (Bandung: Sinar baru Algenso, 2009) hal. 110

[10] Ibid., hal. 113

[11] Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo, op., cit., hal. 196

[12] Abdullah bin Sulaiman al-Jarhazi, al-Mawahib al-Saniyah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1997) hal. 110

[13] Kakilima Lirboyo, Formulasi Nalar Fiqh Telaah kaidah Fiqh Konseptual, (Surabaya: Khalista, 2005) buku 1 hal. 102

[14] Ibid. hal 198

[15] Madrasah Hidayatul Mubtadi’in Lirboyo, op., cit., hal. 196

Tidak ada komentar:

Posting Komentar